Minggu, 16 September 2012

Sindrom Gawat Napas



Sindrom Gawat Napas

LAPORAN PENDAHULUAN Sindrom Gawat Napas (SDN/RDS)

 
A.     Definisi dan Insiden Penyakit
Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membrane Disease (HMD), merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada bayi yang lahir dengan masa gestasi yang kurang (Mansjoer, 2002).
Sindrom gawat nafas ( respiratory distress syndroma, RDS ) adalah kumpulan gejala yang terdiri dari dispnea atau hiperpnea dengan frekuensi pernafasan besar 60 x/i, sianosis, merintih waktu ekspirasi dan retraksi didaerah epigastrium, suprosternal, interkostal pada saat inspirasi (Ngatisyah, 2005).
Sindrom distres pernafasan adalah perkembangan yang imatur pada sistem pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan sebagai Hyaline Membrane Disesae (Suryadi dan Yuliani, 2001).
                      
Penyebab terbanyak dari angka kesakitan dan kematian pada bayi prematur
adalah Respiratory Distress Syndrome ( RDS ). Sekitar 5 -10% didapatkan pada
bayi kurang bulan, 50% pada bayi dengan berat 501-1500 gram (lemons et al,2001).
Angka kejadian berhubungan dengan umur gestasi dan berat badan dan menurun
sejak digunakan surfaktan eksogen ( Malloy & Freeman 2000). Saat ini RDS
didapatkan kurang dari 6% dari seluruh neonatus.
B.     Etiologi
RDS terjadi pada bayi prematur atau kurang bulan, karena kurangnya produksi surfaktan. Produksi surfaktan ini dimulai sejak kehamilan minggu ke-22, makin muda usia kehamilan, makin besar pula kemungkinan terjadi RDS. Ada 4 faktor penting penyebab defisiensi surfaktan pada RDS yaitu prematur, asfiksia perinatal, maternal diabetes, seksual sesaria.. Surfaktan biasanya didapatkan pada paru yang matur. Fungsi surfaktan untuk menjaga agar kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi prematur dimana surfaktan masih belum berkembang menyebabkan daya berkembang paru kurang dan bayi akan mengalami sesak nafas. Gejala tersebut biasanya muncul segera setelah bayi lahir dan akan bertambah berat.
RDS merupakan penyebab utama kematian bayi prematur. Sindrom ini dapat terjadi karena ada kelainan di dalam atau diluar paru, sehingga tindakan disesuaikan dengan penyebab sindrom ini. Kelainan dalam paru yang menunjukan sindrom ini adalah pneumothoraks/pneumomediastinum, penyakit membran hialin (PMH), pneumonia,aspirasi.
C.     Patofisiologi
Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur disebabkan oleh alveoli masih kecil sehingga kesulitan berkembang, pengembangan kurang sempurna kerana dinding thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru (compliance) menurun 25% dari normal, pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik.
          
Telah diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein , lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli tetap mengembang. Secara makroskopik, paru-paru nampak tidak berisi udara dan berwarna kemerahan seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi untuk mengembang. Secara histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga udara bahagian distal menyebabkan edema interstisial dan kongesti dinding alveoli sehingga menyebabkan desquamasi dari epithel sel alveoli type II. Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi tertarik karena adanya defisiensi surfaktan ini.
                              
Dengan adanya atelektasis yang progresif dengan barotrauma atau volutrauma dan keracunan oksigen, menyebabkan kerosakan pada endothelial dan epithelial sel jalan pernafasan bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang berasal dari darah. Membran hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu setengah jam setelah lahir. Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai dibentuk pada 36- 72 jam setelah lahir. Proses penyembuhan ini adalah komplek; pada bayi yang immatur dan mengalami sakit yang berat dan bayi yang dilahirkan dari ibu dengan chorioamnionitis sering berlanjut menjadi Bronchopulmonal Displasia (BPD).

D.    Manifestasi Klinis
Berat dan ringannya gejala klinis pada penyakit RDS ini sangat dipengaruhi oleh tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan usia kehamilan, semakin berat gejala klinis yang ditujukan.
Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerosakan sel dan selanjutnya menyebabkan kebocoran serum protein ke dalam alveoli sehingga menghambat fungsi surfaktan. Gejala klinikal yang timbul iaitu : adanya sesak nafas pada bayi prematur segera setelah lahir, yang ditandai dengan takipnea (> 60 x/minit), pernafasan cuping hidung, grunting, retraksi dinding dada, dan sianosis, dan gejala menetap dalam 48-96 jam pertama setelah lahir. Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium RDS yaitu :pertama, terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram udara, kedua, bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran airbronchogram udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer menutupi bayangan jantung dengan penurunan aerasi paru. ketiga,alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru terlihat lebih opaque dan bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram udara lebih luas. keempat, seluruh thorax sangat opaque ( white lung ) sehingga jantung tak dapat dilihat.

Evaluasi Respiratory Distress Skor Downe :

0
1
2
Frekuensi Nafas
< 60x/menit
60-80 x/menit
>80x/menit
Retraksi
Tidak ada retraksi
Retraksi ringan
Retraksi berat
Sianosis
Tidak sianosis
Sianosis hilang dengan O2
Sianosis menetap walaupun diberi O2
Air Entry
Udara masuk
Penurunan ringan udara masuk

Merintih
Tidak merintih
Dapat didengar dengan stetoskop
Dapat didengar tanpa alat bantu



Evaluasi Respiratory Distress Skor Downe
Skor < 4
gangguan pernafasan ringan
Skor 4 – 5
gangguan pernafasan sedang
Skor > 6
gangguan pernafasan ringan (pemeriksaan gas darah harus dilakukan)

E.     Penunjang / Diagnostik
Laboratory Evaluation for Respiratory Distress in the Newborn

Test
Indication
Blood culture
May indicate bacteremia Not helpful initially because results may take 48 hours
Blood gas
Used to assess degree of hypoxemia if arterial sampling, or acid/base status if capillary sampling (capillary sample usually used unless high oxygen requirement)
Blood glucose
Hypoglycemia can cause or aggravate tachypnea
Chest radiography
Used to differentiate various types of respiratory distress
Complete blood count with differential
Leukocytosis or bandemia indicates stress or infection

Neutropenia correlates with bacterial infection

Low hemoglobin level shows anemia

High hemoglobin level occurs in polycythemia

Low platelet level occurs in sepsis
Lumbar puncture
If meningitis is suspected
Pulse oximetry
Used to detect hypoxia and need for oxygen supplementation

F.      Penatalaksanaan
Menurut Suriadi dan Yuliani (2001) dan Surasmi,dkk (2003) tindakan untuk mengatasi masalah kegawatan pernafasan meliputi :
1) Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat.
2) Mempertahankan keseimbangan asam basa.
3) Mempertahankan suhu lingkungan netral.
4) Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.
5) Mencegah hipotermia.
6) Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat.
Penatalaksanaan secara umum :
a. Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang paling sering dan bila bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan infus dektrosa 5 %
 Pantau selalu tanda vital·
 Jaga patensi jalan nafas·
 Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan· kateter nasal)
b. Jika bayi mengalami apneu
 Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang· diperlukan
 Lakukan penilaian lanjut·
c. Bila terjadi kejang potong kejang
d. Segera periksa kadar gula darah
e. Pemberian nutrisi adekuat
Setelah menajemen umum, segera dilakukan menajemen lanjut sesuai dengan kemungkinan penyebab dan jenis atau derajat gangguan nafas. Menajemen spesifik atau menajemen lanjut:
Gangguan nafas ringan
Beberapa bayi cukup bulan yang mengalami gangguan napas ringan pada waktu lahir tanpa gejala-gejala lain disebut “Transient Tacypnea of the Newborn” (TTN). Terutama terjadi setelah bedah sesar. Biasanya kondisi tersebut akan membaik dan sembuh sendiri tanpa pengobatan. Meskipun demikian, pada beberapa kasus. Gangguan napas ringan merupakan tanda awal dari infeksi sistemik.
Gangguan nafas sedang
 Lakukan pemberian O2 2-3 liter/ menit dengan· kateter nasal, bila masih sesak dapat diberikan o2 4-5 liter/menit dengan sungkup
 Bayi jangan diberi minukm·
 Jika ada tanda berikut, berikan antibiotika· (ampisilin dan gentamisin) untuk terapi kemungkinan besar sepsis.
- Suhu aksiler <> 39˚C
- Air ketuban bercampur mekonium
- Riwayat infeksi intrauterin, demam curiga infeksi berat atau ketuban pecah dini (> 18 jam)
 Bila suhu aksiler 34- 36,5 ˚C atau 37,5-39˚C· tangani untuk masalah suhu abnormal dan nilai ulang setelah 2 jam:
- Bila suhu masih belum stabil atau gangguan nafas belum ada perbaikan, berikan antibiotika untuk terapi kemungkinan besar seposis
- Jika suhu normal, teruskan amati bayi. Apabila suhu kembali abnormal ulangi tahapan tersebut diatas.
 Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis,· nilai kembali bayi setelah 2 jam
 Apabila bayi tidak menunjukan perbaikan atau· tanda-tanda perburukan setelah 2 jam, terapi untuk kemungkinan besar sepsis
 Bila bayi mulai menunjukan tanda-tanda· perbaikan kurangai terapi o2secara bertahap . Pasang pipa lambung, berikan ASI peras setiap 2 jam. Jika tidak dapat menyusu, berikan ASI peras dengan memakai salah satu cara pemberian minum
 Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian· antibiotik dihentikan. Bila bayi kembali tampak kemerahan tanpa pemberian O2 selama 3 hari, minumbaik dan tak ada alasan bayi tatap tinggal di Rumah Sakit bayi dapat dipulangkan
Gangguan nafas ringan
 Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6· jam berikutnya.
 Bila dalam pengamatan ganguan nafas memburuk· atau timbul gejala sepsis lainnya. Terapi untuk kemungkinan kesar sepsis dan tangani gangguan nafas sedang dan dan segera dirujuk di rumah sakit rujukan.
 Berikan ASI bila bayi mampu mengisap. Bila· tidak berikan ASI peras dengan menggunakan salah satu cara alternatif pemberian minuman.
 Kurangi pemberian O2 secara bertahap bila ada· perbaikan gangguan napas. Hentikan pemberian O2 jika frekuensi napas antara 30-60 kali/menit.
Penatalaksanaan medis:
Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah:
- Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder
- Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan caiaran paru
- Fenobarbital
- Vitamin E menurunkan produksi radikalbebas oksigen
- Metilksantin ( teofilin dan kafein ) untuk mengobati apnea dan untuk pemberhentian dari pemakaian ventilasi mekanik. (cusson,1992)
Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaan dalam pengobatan RDS adalah pemberian surfaktan eksogen ( derifat dari sumber alami misalnya manusia, didapat dari cairan amnion atau paru sapi, tetapi bisa juga berbentuk surfaktan buatan )
          
G.    Pendidikan Kesehatan
Tindakan pencegahan yang harus dilakukan untuk mencegah komplikasi pada bayi resiko tinggi adalah mencegah terjadinya kelahiran prematur, mencegah tindakan seksio sesarea yang tidak sesuai dengan indikasi medis, melaksanakan manajemen yang tepat terhadap kehamilan dan kelahiran bayi resiko tinggi.

H.    Komplikasi Penyakit
Komplikasi jangka pendek dapat terjadi : 1. kebocoran alveoli : Apabila dicurigai terjadi kebocoran udara ( pneumothorak, pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel ), pada bayi dengan RDS yang tiba-tiba memburuk dengan gejala klinikal hipotensi, apnea, atau bradikardi atau adanya asidosis yang menetap. 2. Jangkitan penyakit karena keadaan penderita yang memburuk dan adanya perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat timbul kerana tindakan invasiv seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat-alat respirasi. 3. Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular : perdarahan intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik.
Komplikasi jangka panjang dapat disebabkan oleh keracunan oksigen, tekanan yang tinggi dalam paru, memberatkan penyakit dan kekurangan oksigen yang menuju ke otak dan organ lain. Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi : 1. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD): merupakan penyakit paru kronik yang disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu. BPD berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang digunakan pada waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan menurunnya masa gestasi. 2. Retinopathy prematur Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi intrakranial, dan adanya infeksi.

I.       Asuhan Keperawatan
Pengkajian
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan takhipneu (> 60 kali/menit), pernafasan mendengkur, retraksi subkostal/interkostal, pernafasan cuping hidung, sianosis dan pucat, hipotonus, apneu, gerakan tubuh berirama, sulit bernafas dan sentakan dagu. Pada awalnya suara nafas mungkin normal kemudian dengan menurunnya pertukaran udara, nafas menjadi parau dan pernapasan dalam.
Pengkajian fisik pada bayi dan anak dengan kegawatan pernafasan dapat dilihat dari penilaian fungsi respirasi dan penilaian fungsi kardiovaskuler. Penilaian fungsi respirasi meliputi:
1) Frekuensi nafas
Takhipneu adalah manifestasi awal distress pernafasan pada bayi. Takhipneu tanpa tanda lain berupa distress pernafasan merupakan usaha kompensasi terhadap terjadinya asidosis metabolik seperti pada syok, diare, dehidrasi, ketoasidosis, diabetikum, keracunan salisilat, dan insufisiensi ginjal kronik. Frekuensi nafas yang sangat lambat dan ireguler sering terjadi pada hipotermi, kelelahan dan depresi SSP yang merupakan tanda memburuknya keadaan klinik.
2) Mekanika usaha pernafasan
Meningkatnya usaha nafas ditandai dengan respirasi cuping hidung, retraksi dinding dada, yang sering dijumpai pada obtruksi jalan nafas dan penyakit alveolar. Anggukan kepala ke atas, merintih, stridor dan ekspansi memanjang menandakan terjadi gangguan mekanik usaha pernafasan.
3) Warna kulit/membran mukosa
Pada keadaan perfusi dan hipoksemia, warna kulit tubuh terlihat berbercak (mottled), tangan dan kaki terlihat kelabu, pucat dan teraba dingin.
Penilaian fungsi kardiovaskuler meliputi:
1) Frekuensi jantung dan tekanan darah
Adanya sinus tachikardi merupakan respon umum adanya stress, ansietas, nyeri, demam, hiperkapnia, dan atau kelainan fungsi jantung.
2) Kualitas nadi
Pemeriksaan kualitas nadi sangat penting untuk mengetahui volume dan aliran sirkulasi perifer nadi yang tidak adekwat dan tidak teraba pada satu sisi menandakan berkurangnya aliran darah atau tersumbatnya aliran darah pada daerah tersebut. Perfusi kulit kulit yang memburuk dapat dilihat dengan adanya bercak, pucat dan sianosis. Pemeriksaan pada pengisian kapiler dapat dilakukan dengan cara:
(1) Nail Bed Pressure ( tekan pada kuku)
(2) Blancing Skin Test, caranya yaitu dengan meninggikan sedikit ekstremitas dibandingkan jantung kemudian tekan telapak tangan atau kaki tersebut selama 5 detik, biasanya tampak kepucatan. Selanjutnya tekanan dilepaskan pucat akan menghilang 2-3 detik.
3) Perfusi pada otak dan respirasi
Gangguan fungsi serebral awalnya adalah gaduh gelisah diselingi agitasi dan letargi. Pada iskemia otak mendadak selain terjadi penurunan kesadaran juga terjadi kelemahan otot, kejang dan dilatasi pupil.

J.      Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan imatur paru dan dinding dada atau berkurangnya jumlah cairan surfaktan.
2) Tidak efektifnya bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan adanya sekret pada jalan nafas dan obstruksi atau pemasangan intubasi trachea yang kurang tepat.
3) Tidak efektifnya pola nafas yang berhubungan dengan ketidaksamaan nafas bayi dan ventilator, tidak berfungsinya ventilator dan posisi bantuan ventilator yang kurang tepat.
4) Resiko injuri yang berhubungan dengan ketidakseimbangan asam basa; O2 dan CO2 dan barotrauma (perlukaan dinding mukosa) dari alat bantu nafas.
5) Resiko perubahan peran orang tua yang berhubungan dengan hospitalisasi, sekunder dari situasi krisis pada bayi.
6) Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan yang tidak disadari (insensible water loss).
7) Intake nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakmampuan menelan, maturitas gastrik menurun dan kurangnya absorpsi.


K.    Intervensi Keperawatan
Dx. 1
1)   Gangguan pertukaran gas b.d imaturitas paru dan neuromuskular, defisiensi surfaktan dan ketidakstabilan alveolar.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pola nafas efektif.
KH: - Jalan nafas bersih
        - Frekuensi jantung 100-140 x/i
        - Pernapasan 40-60 x/i
        - Takipneu atau apneu tidak ada
        - Sianosis tidak ada
Intervensi
a.       Posisikan untuk pertukaran udara yang optimal; tempatkan pada posisi telentang dengan leher sedikit ekstensi dan hidung menghadap keatap dalam posisi ’mengendus’
Rasional: untuk mencegah adanya penyempitan jalan nafas.
b.      Hindari hiperekstensi leher
Rasional: karena akan mengurangi diameter trakea.
c.      Observasi adanya penyimpangan dari fungsi yang diinginkan , kenali tanda-tanda distres misalnya: mengorok, pernafasan cuping hidung, apnea.
Rasional: memastikan posisi sesuai dengan yang diinginkan dan mencegah terjadinya distres pernafasan.

d.      Lakukan penghisapan
Rasional: menghilangkan mukus yang terakumulasi dari nasofaring, trakea, dan selang endotrakeal.
e.      Penghisapan selang endotrakeal sebelum pemberian surfaktan Rasional: memastikan bahwa jalan napas bersih
f.        Hindari penghisapan sedikitnya 1 jam setelah pemberian surfaktan Rasional: meningkatkan absorpsi ke dalam alvelolar
g.      Observasi peningkatan pengembangan dada setelah pemberian surfaktan.
Rasional: menilai fungsi pemberian surfaktan.
h.      Turunkan pengaturan, ventilator, khususnya tekanan inspirasi puncak dan oksigen
Rasional: mencegah hipoksemia dan distensi paru yang berlebihan.
  1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hilangnya fungsi jalan nafas, peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan nafas ditandai dengan : dispneu, perubahan pola nafas, penggunaan otot pernafasan, batuk dengan atau tanpa sputum, cyanosis.
Tujuan :
-         Pasien dapat mempertahankan jalan nafas dengan bunyi nafas yang jernih dan ronchi (-)
-         Pasien bebas dari dispneu
-         Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan
-         Memperlihatkan tingkah laku mempertahankan jalan nafas
Tindakan :
Independen
-         Catat perubahan dalam bernafas dan pola nafasnya
Penggunaan otot-otot interkostal/abdominal/leher dapat meningkatkan usaha dalam bernafas
-         Observasi dari penurunan pengembangan dada dan peningkatan fremitus
Pengembangan dada dapat menjadi batas dari akumulasi cairan dan adanya cairan dapat meningkatkan fremitus
-         Catat karakteristik dari suara nafas
Suara nafas terjadi karena adanya aliran udara melewati batang tracheo branchial dan juga karena adanya cairan, mukus atau sumbatan lain dari saluran nafas
-         Catat karakteristik dari batuk
Karakteristik batuk dapat merubah ketergantungan pada penyebab dan etiologi dari jalan nafas. Adanya sputum dapat dalam jumlah yang banyak, tebal dan purulent
-         Pertahankan posisi tubuh/posisi kepala dan gunakan jalan nafas tambahan bila perlu
Pemeliharaan jalan nafas bagian nafas dengan paten
-         Kaji kemampuan batuk, latihan nafas dalam, perubahan posisi dan lakukan suction bila ada indikasi
Penimbunan sekret mengganggu ventilasi dan predisposisi perkembangan atelektasis dan infeksi paru
-         Peningkatan oral intake jika memungkinkan
Peningkatan cairan per oral dapat mengencerkan sputum
Kolaboratif
-         Berikan oksigen, cairan IV ; tempatkan di kamar humidifier sesuai indikasi
Mengeluarkan sekret dan meningkatkan transport oksigen
-         Berikan therapi aerosol, ultrasonik nabulasasi
Dapat berfungsi sebagai bronchodilatasi dan mengeluarkan sekret
-         Berikan fisiotherapi dada misalnya : postural drainase, perkusi dada/vibrasi jika ada indikasi
Meningkatkan drainase sekret paru, peningkatan efisiensi penggunaan otot-otot pernafasan
-         Berikan bronchodilator misalnya : aminofilin, albuteal dan mukolitik
Diberikan untuk mengurangi bronchospasme, menurunkan viskositas sekret dan meningkatkan ventilasi
Diagnosa 3.
Tindakan :
Independen
-         Kaji status pernafasan, catat peningkatan respirasi atau perubahan pola nafas
Takipneu adalah mekanisme kompensasi untuk hipoksemia dan peningkatan usaha nafas
-         Catat ada tidaknya suara nafas dan adanya bunyi nafas tambahan seperti crakles, dan wheezing
Suara nafas mungkin tidak sama atau tidak ada ditemukan. Crakles terjadi karena peningkatan cairan di permukaan jaringan yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas membran alveoli – kapiler. Wheezing terjadi karena bronchokontriksi atau adanya mukus pada jalan nafas
-         Kaji adanya cyanosis
Selalu berarti bila diberikan oksigen (desaturasi 5 gr dari Hb) sebelum cyanosis muncul. Tanda cyanosis dapat dinilai pada mulut, bibir yang indikasi adanya hipoksemia sistemik, cyanosis perifer seperti pada kuku dan ekstremitas adalah vasokontriksi.
-         Observasi adanya somnolen, confusion, apatis, dan ketidakmampuan beristirahat
Hipoksemia dapat menyebabkan iritabilitas dari miokardium
-         Berikan istirahat yang cukup dan nyaman
Menyimpan tenaga pasien, mengurangi penggunaan oksigen
Kolaboratif
-         Berikan humidifier oksigen dengan masker CPAP jika ada indikasi
Memaksimalkan pertukaran oksigen secara terus menerus dengan tekanan yang sesuai
-         Berikan pencegahan IPPB
Peningkatan ekspansi paru meningkatkan oksigenasi
-         Review X-ray dada
Memperlihatkan kongesti paru yang progresif
-         Berikan obat-obat jika ada indikasi seperti steroids, antibiotik, bronchodilator dan ekspektorant
Untuk mencegah ARDS

L.     Referensi
 Mansjoer. (2002). Kapita selekta kedokteran. Edisi III. Jakarta: FKUI.: EGC.
Ngatisyah.2005.Perawatan Anak Sakit Edisi 2.Jakarta: EGC
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI. (2005). Buku kuliah 3: Ilmu  kesehatan anak. Jakarta: FK UI.
 Surasmi,Asrining,dkk.2003.Perawatan Bayi Resiko Tinggi.Jakarta: EGC
Wong. Donna L. (2004). Pedoman klinis keperawatan pediatrik. Jakarta: EGC.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar