Minggu, 16 September 2012

Kanker Colon

Kanker Colon
A. Defenisi                                                                                                                               Kanker usus besar (kolon) dan rektum (kanker kolorektal) adalah jenis kanker no 2 yang paling sering terjadi dan kanker penyebab kematian no 2. Angka kejadian kanker kolorektal mulai meningkat pada umur 40 tahun dan puncaknya pada umur 60-75 tahun. Kanker usus besar (kanker kolon) lebih sering terjadi pada wanita, kanker rektum lebih sering ditemukan pada pria. Sekitar 5 % penderita kanker kolon atau kanker rektum memiliki lebih dari satu kanker kolorektum pada saat yang bersamaan. Gejala kanker kolon adalah perubahan pada buang air besar, terdapat darah pada buang air besar, nyeri perut, penurunan berat badan dan disertai rasa badan lemah.
B. Etiologi
           Penyebab nyata dari kanker kolorectal belum diketahui secara pasti, namun faktor resiko & faktor predisposisi telah diidentifikasi. Faktor resiko yang mungkin adalah adanya riwayat kanker payudara dan tumor uterus atau kanker kolon atau polip dalam keluarga ; riwayat penyakit usus inflamasi kronis.
Faktor predisposisi :
- Kebiasaan makan, banyak makan karbihidrat dan rendah serat, konsumsi makanan ini mengakibatkan perubahan pada flora feses dan perubahan degradasi garam – garam empedu atau hasil pemecahan protein & lemak, dimana sebagian dari zat – zat ini bersifat karsinogenik.
- Minuman beralkohol
- Obesitas
C. Manifestasi Klinis
          Gejala sangat ditentukan oleh lokasi kanker, tahap penyakit, dan fungsi segmen usus tempat kanker berlokasi. Adanya perubahan dalam defekasi, darah pada feses, konstipasi, perubahan dalam penampilan feses, tenesmus, anemia dan perdarahan rectal merupakan keluhan yang umum terjadi.
- Kanker kolon kanan, dimana isi kolon berupa cairan, cenderung tetap tersamar hingga stadium lanjut. Sedikit kecenderungan menimbulkan obstruksi, karena lumen usus lebih besar dan feses masih encer. Anemia akibat perdarahan sering terjadi, dan darah bersifat samara dan hanya dapat dideteksi dengan tes Guaiak ( suatu tes sederhana yang dapat dilakukan di klinik ). Mucus jarang terlihat, karena tercampur dalam feses. Pada orang yang kurus, tumor kolon kanan mungkin dapat teraba, tetapi jarang pada stadium awal. Penderita mungkin mengalami perasaan tidak enak pada abdomen, dan kadang – kadang pada epigastrium.
- Kanker kolon kiri dan rectum cenderung menyebabkan perubahan defekasi sebagai akibat iritasi dan respon refleks. Diare, nyeri kejang, dan kembung sering terjadi. Karena lesi kolon kiri cenderung melingkar, sering timbul gangguan obstruksi. Feses dapat kecil dan berbentuk seperti pita. Baik mucus maupun darah segar sering terlihat pada feses. Dapat terjadi anemia akibat kehilangan darah kronik. Pertumbuhan pada sigmoid atau rectum dapat mengenai radiks saraf, pembuluh limfe atau vena, menimbulkan gejala – gejala pada tungakai atau perineum. Hemoroid, nyeri pinggang bagian bawah, keinginan defekasi atau sering berkemih dapat timbul sebagai akibat tekanan pada alat – alat tersebut. Gejala yang mungkin dapat timbul pada lesi rectal adalah evakuasi feses yang tidak lengkap setelah defekasi, konstipasi dan diare bergantian, serta feses berdarah.
D. Kanker kolorektal digolongkan berdasarkan metastasenya :
    1. Stadium A : tumor dibatasi pada mukosa dan submukosa saja
    2. Stadium B : kanker yang sudah menembus usus ke jaringan di luar rectal
    3. tanpa keterlibatan nodus limfe.
    4. Stadium C : invasi ke dalam system limfe yang mengalir regional
    5. Stadium D : metastase regional tahap lanjut dan penyebaran yang luas                                                       
E.   Pemeriksaan Diagostik                                                                                                                                                                      -     Fecal occult blood test (FOBT), kanker maupun polyp dapat menyebabkan pendarahan dan        FOBT dapat mendeteksi adanya darah pada tinja.
FOBT ini adalah tes untuk memeriksa tinja.Bila tes ini mendeteksi adanya darah, harus dicari darimana sumber darah tersebut, apakah dari rektum, kolon atau bagian usus lainnya dengan pemeriksaan yang lain. Penyakit wasir juga dapat menyebabkan adanya darah dalam tinja.
-     Sigmoidoscopy, adalah suatu pemeriksaan dengan suatu alat berupa kabel seperti kabel kopling yang diujungnya ada alat petunjuk yang ada cahaya dan bisa diteropong. Alatnya disebut sigmoidoscope, sedangkan pemeriksaannya disebut sigmoidoscopy. Alat ini dimasukkan melalui lubang dubur kedalam rektum sampai kolon sigmoid, sehingga dinding dalam rektum dan kolon sigmoid dapat dilihat.Bila ditemukan adanya polyp, dapat sekalian diangkat. Bila ada masa tumor yang dicurigai kanker, dilakukan biopsi, kemudian diperiksakan ke bagian patologi anatomi untuk menentukan ganas tidaknya dan jenis keganasannya.
-     Colonoscopy, sama seperti sigmoidoscopy, namun menggunakan kabel yang lebih panjang,sehingga seluruh rektum dan usus besar dapat diteropong dan diperiksa. Alat yang digunakan adalah colonoscope.
-      Double-contrast barium enema, adalah pemeriksaan radiologi dengan sinar rontgen (sinar X ) pada kolon dan rektum. Penderita diberikan enema dengan larutan barium dan udara yang dipompakan ke dalam rektum. Kemudian difoto. Seluruh lapisan dinding dalam kolon dapat dilihat apakah normal atau ada kelainan.
-      Colok dubur, adalah pemeriksaan yang sangat sederhana dan dapat dilakukan oleh semua dokter, yaitu dengan memasukkan jari yang sudah dilapisi sarung tangan dan zat lubrikasi kedalam dubur kemudian memeriksa bagian dalam rektum. Merupakan pemeriksaan yang rutin dilakukan. Bila ada tumor di rektum akan teraba dan diketahui dengan pemeriksaan ini.
F. Penatalaksanaan Medis
           
Pembedahan merupakan tindakan primer pada kira – kira 75 % pasien dengan kanker kolorektal. Pembedahan dapat bersifat kuratif atau palliative.                                                      Kanker yang terbatas pada satu sisi dapat diangkat dengan kolonoskop. Kolostomi laparoskopik   dengan polipektomi, suatu prosedur yang baru dikembangkan untuk meminimalkan luasnya pembedahan pada beberapa kasus. Laparoskop digunakan sebagai pedoman dalam membuat keputusan di kolon ; massa tumor kemudian dieksisi. Reseksi usus diindikasikan untuk kebanyakan lesi Kelas A dan semua Kelas B serta lesi C. pembedahan kadang dianjurkan untuk mengatasi kanker kolon D. tujuan pembedahan dalam situasi ini adalah palliative. Apabila tumor telah menyebar dan mencakup struktur vital sekitarnya, maka operasi tidak dapat dilakukan.
Tipe pembedahan tergantung pada lokasi dan ukuran tumor.
Prosedur pembedahan pilihan adalah sebagai berikut ( Doughty & Jackson, 1993 ) :
  - Reseksi segmental dengan anastomosis
  - Reseksi abdominoperineal dengan kolostomi sigmoid permanent
  - Kolostomi sementara diikuti dengan reseksi segmental dan anastomosis lanjut dari kolostomi
  - Kolostomi permanent atau ileostomi.
Berkenaan dengan teknik perbaikan melalui pembedahan, kolostomi dilakukan pada kurang dari sepertiga pasien kanker kolorektal. Kolostomi adalah pembuatan lubang (stoma) pada kolon secara bedah. Stoma ini dapat berfungsi sebagai diversi sementara atau permanent. Ini memungkinkan drainase atau evakuasi isi kolon keluar tubuh. Konsistensi drainase dihubungkan dengan penempatan kolostomi, yang ditentukan oleh lokasi tumor dan luasnya invasi pada jaringan sekitar.
Pengobatan medis untuk kanker kolorektal paling sering dalam bentuk pendukung atau terapi ajufan. Terapi ajufan biasanya diberikan selain pengobatan bedah. Pilihan mencakup kemoterapi, terapi radiasi dan atau imunoterapi.
Terapi ajufan standar yang diberikan untuk pasien dengan kanker kolon kelas C adalah program 5-FU/Levamesole. Pasien dengan kanker rectal Kelas B dan C diberikan 5-FU dan metil CCNU dan dosis tinggi radiasi pelvis
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN KANKER KOLOREKTAL
1. Pengkajian
Riwayat kesehatan diambil untuk mendapatkan informasi tentang :
- Perasaan lelah
- Nyeri abdomen atau rectal dan karakternya ( lokasi, frekuensi, durasi, berhubungan dengan makan atau defekasi )
- Pola eliminasi terdahulu dan saat ini
- Deskripsi tentang warna, bau dan konsistensi feses, mencakup adanya darah atau mucus.
- Riwayat penyakit usus inflamasi kronis atau polip kolorektal
- Riwayat keluarga dari penyakit kolorektal dan terapi obat saat ini
- Kebiasaan diet ( masukan lemak, serat & konsumsi alcohol ) juga riwayat penurunan BB. Pengkajian objekif meliputi :
  - Auskultasi abdomen terhadap bising usus
  - Palpasi abdomen untuk area nyeri tekan, distensi, dan massa padat
  - Inspeksi specimen terhadap karakter dan adanya darah
Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan semua data pengkajian, diagnosa keperawatan utama yang mencakup, adalah sebagai berikut :
   1.Konstipasi b/d lesi obstruksi
   2.Nyeri b/d kompresi jaringan sekunder akibat obstruksi
   3.Keletihan b/d anemia dan anoreksia
   4.Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual dan anoreksia
   5.Resiko kekurangan volume cairan b/d muntah dan dehidrasi
   6.Ansietas b/d rencana pembedahan dan diagnosis kanker
   7.Kurang pengetahuan mengenai diagnosa, prosedur pembedahan, dan perawatan diri setelah   pulang
   8.Kerusakan integritas kulit b/d insisi bedah ( abdominoperineal ), pembentukan stoma, dan kontaminasi fekal terhadap kulit periostomal
  9.Gangguan citra rubuh b/d kolostomi.
Perencanaan & Implementasi
Tujuan
         Tujuan utama dapat mencakup eliminasi produk sisa tubuh yang adekuat; reduksi / penghilangan nyeri; peningkatan toleransi aktivitas; mendapatkan tingkat nutrisi optimal; mempertahankan keseimbangan cairan & elektrolit; penurunan ansietas; memahami tentang diagnosis, prosedur pembedahan dan perawatan diri setelah pulang; mempertahankan penyembuhan jaringan optimal; perlindungan kulit periostomal yang adekuat; penggalian dan pengungkapan perasaan dan masalah tentang kolostomi dan pengaruhnya pada diri sendiri;
Intervensi Keperawatan PraOperatif
1.Mempertahankan eliminasi

  - Frekuensi dan konsistensi defekasi dipantau
  - Laksatif dan enema diberikan sesuai resep
  - Pasien yang menunjukkan tanda perkembangan ke arah obstruksi total disiapkan untuk mejalani pembedahan.                                                                                                      2.Menghilangkan Nyeri
  - Analgesic diberikan sesuai resep
  - Lingkungan dibuat kondusif untuk relaksasi dengan meredupkan lampu, mematikan TV atau radio, dan membatasi pengunjung dan telepon bila diinginkan oleh pasien
  - Tindakan kenyamanan tambahan ditawarkan : perubahan posisi, gosokan punggung, dan teknik relaksasi.
3.Meningkatkan Toleransi Aktivitas
  - Kaji tingkat toleransi aktivitas pasien
  - Ubah dan jadwalkan aktivitas untuk memungkinkan periode tirah baring yang adekuat dalam                 upaya untuk menurunkan keletihn pasien.
 - Terapi komponendarah diberikan sesuai resep bila pasien menderita anemia berat.
   Aktivitas post op ditingkatkan dan toleransi dipantau.
4.Memberikan Tindakan Nutrisional
   - Bila kondisi pasien memungkinkan, diet tinggi kalori, protein, karbohidrat serta rendah residu      diberikan pada pra op selama bEberapa hari untuk memberikan nutrisi adekuat dan meminimalkan kram dengan menurunkan peristaltic berlebih.
  - Diet cair penuh 24 jam pra op, untuk menggantikan penipisan nutrient, vitamin dan mineral.
  - Penimbangan BB harian dicatat, dan dokter diberitahu bila terdapat penurunan BB pada saat    menerima nutrisi parenteral.
5.Mempertahankan Keseimbangan Cairan & Elektrolit
  - Catat masukan dan haluaran, mencakup muntah, yang akan menyediakan data akurat tentang keseimbangan cairan
  - Batasi masukan maknan oral dan cairan untuk mencegah muntah.
  - Berikan antiemetik sesuai indikasi
  - Pasang selang nasogastrik pada periode pra op untuk mengalirkan akumulasi cairan dan mencegah distensi abdomen
  - Pasang kateter indwelling untuk memantau haluaran urin setiap jam. Haluaran kurang dari 30 ml / jam dilaporkan sehingga terapi cairan intravena dapat disesuaikan.
  - Pantau pemberian cairan IV dan elktrolit, terutama kadar serum untuk mendeteksi hipokalemia dan hiponatremia, yang terjadi akibat kehilangan cairan gastrointestinal.
  - Kaji TTV untuk mendeteksi hipovolemia : takikardi, hipotensi dan penurunan jumlah denyut.
  - Kaji status hidrasi, penurunan turgor kulit, membrane mukosa kering, urine pekat, serta peningkatan berat jenis urine dilaporakan.
6.Menurunkan Ansietas
   - Kaji tingkat ansietas pasien serta mekanisme koping yang digunakan
   - Upaya pemberian dukungan, mencakup pemberian privasi bila diinginkan dan    menginstruksikan pasien untuk latihan relaksasi.
   - Luangkan waktu untuk mendengarkan ungkapan, kesedihan atau pertanyaan yang diajukan oleh pasien.
   - Atur pertemuan dengan rohaniawan bila pasien menginginkannya, dengan dokter bila pasien mengharapkan diskusi pengobatan atau prognosis.
   - Penderita stoma lain dapat diminta untuk berkunjung bila pasien mengungkapkan minat untuk berbicara dengan mereka.
 
- Untuk meningkatkan kenyamanan pasien, perawat harus mengutamakan relaksasi dan perilaku empati.
7.Mencegah Infeksi
   - Berikan antibiotic seperti kanamisin sulfat ( Kantrex ), eritromisin (Erythromycin), dan Neomisin Sulfat sesuai resep, untuk mengurangi bakteri usus dalam rangka persiapan pembedahan usus.   Preparat diberikan per oral untuk mengurangi kandungan bakteri kolon dan melunakkan serta menurunkan bulk dari isi kolon.
  - Selian itu, usus juga dapat dibersihkan dengan enema, atau irigasi kolon.
8.Pendidikan Pasien Pra Operatif
   - Kaji tingkat kebutuhan pasien tentang diagnosis, prognosis, prosedur bedah, dan tingkat fungsi yang diinginkan pasca op.
   - Informasi yang diperlukan pasien tentang persiapan fisik untuk pembedahan, penampilan dan perawatan yang diharapkan dari luka pasca op, teknik perawatan kolostomi, pembatasan diet, control nyeri, dan penatalaksanaan obat dimsukkan ke dalam materi penyuluhan.
Intervensi Keperawatan Pasca Operatif
1.Perawatan Luka
    - Luka abdomen diperiksa dngan sering dalam 24 jam pertama, untuk meyakinkan bahwa luka   akan sembuh tanpa komplikasi ( infeksi, dehidens, emoragik, edema berlebihan ).
   - Ganti balutan sesuai kebutuhan untuk mencegah infeksi.
   - Pantau adanya peningkatan TTV yang mengindikasikan adanya proses infeksi.
   - Periksa stoma terhadap edema ( edema ringan akibat manipulasi bedah adalah normal ), warna ( stoma sehat adalah mera jambu ), rabas ( rembesan berjumlah sedikit adalah normal ), dan perdarahan ( tanda abnormal ).
   - Bersihkan kulit peristoma dengan perlahan serta keringkan untuk mencegah iritasi, berikan pelindung kulit sebelum meletakkan kantung drainase.
   - Dokumentasikan kondisi luka perineal, adanya perdarahan, infeksi atau nekrosis.
  2.Citra Tubuh Positif
    - Dorong pasien untuk mengungkapkan masalah yang dialami serta mendiskusikan tentang           pembedahan dan stoma ( bila telah dibuat ).
  - Ajarkan pasien mengenai perawatan kolostomi dan pasien sudah harus ulai untuk memasukkan perawatan stoma dalam kehidupan sehari – hari.
  - Berikan lingkungan yang kondusif bagi pasien serta berikan dukungan dalam meningkatkan adaptasi pasien terhadap perubahan yang terjadi akibat pembedahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar